Sabtu, 30 April 2011

LEMBAGA PERADILAN

EKSISTENSI, KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN HAKIM

JAKARTA, INDONESIA.

Sebagai aktor utama Lembaga Peradilan, posisi hakim menjadi sangat penting, terlebih dengan segala kewenangan yang dimilikinya. Melalui putusannya, seorang hakim dapat mengalihkan hak kepemilikan seseorang, mencabut kebebasan warga negara, menyatakan tidak sah tindakan sewenang-wenang pemerintah terhadap masyarakat, sampai dengan memerintahkan penghilangan hak hidup seseorang.

Semuanya harus dilakukan dalam rangka menegakkan hukum dan keadilan. Suatu kewenangan yang besar dan menuntut tanggung jawab yang tinggi. Bahkan putusan pengadilan yang diucapkan dengan, " Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa bahwa kewajiban menegakkan keadilan, tidak hanya dipertanggung jawabkan secara horizontal kepada sesama manusia, tetapi juga secara vertikal kepada Tuhan Yang maha Esa.

Sikap hakim yang dilambangkan dalam Kartika (bintang), Cakra (roda bergerigi), Candra (rembulan), Sari (kembang), dan Tirta (air) merupakan cerminan perilaku hakim yang harus senantiasa berdasarkan pada prinsip Ketuhanan Yang maha Esa, adil, bijaksana dan berwibawa berbudi luhur, serta jujur. Ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa melandasi semua prisip-prinsip dalam pedoman hakim bertingkah laku.

mendorong hakim untuk bertingkah laku baik dan penuh tanggung jawab sesuai tuntutan agama masing2. Persoalan yang mendasar dalam lingkup penegakan hukum saat ini adalah lemahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap institusi peradilan.

Hakim merupakan penegak hukum yang selalu terkait dalam proses semua perkara, bahwa hakimlah yang memberikan putusan, yang menentukan hukumnya terhadap setiap perkara. Karena itulah sering dikatakan, bahwa hakim dan pengadilan merupakan benteng terakhir untuk menegakkan hukum dan keadilan.

Putusan hakim pada dasarnya adalah hukum. Sebagaimana hukum pada umumnya itu harus ditaati dan mempunyai kekuatan mengikat, terutama mengikat pada pihak yang berperkara. Putusan hakim mengikat pada yang bersangkutan, dalam arti bahwa putusan hakim itu harus dianggap benar sampai dibatalkan oleh pengadilan yang lebih tinggi.

Sekalipun putusan itu secara materiil tidak benar. Dengan demikian bahwa putusan hakim dianggap benar, selama belum adanya putusan baru dari peradilan yang kedudukannya lebih tinggi.

Permasalahan bangsa terkait dengan penegakan hukum :

1. Praktek korupsi, khususnya korupsi pejabat publik yang semakin parah, dan membahayakan 
    nasib negara hukum.
2. Korupsi di tubuh peradilan sendiri, sehingga upaya hukum untuk memberikan efek jera pada
    koruptor menjadi mandul.

Memang kenyataannya tidaklah mudah untuk menghidupkan semangat memberantas mafia korupsi di peradilan, terlebih saat stadiumnya sudah pada tahap mematikan.


Tidak ada komentar: