Jumat, 17 Juni 2011

PERAN MASYARAKAT SIPIL MENCEGAH KEBOCORAN ANGGARAN



KEENGGANAN PEMERINTAH MELIBATKAN MASYARAKAT SIPIL

INDONESIA

Salah satu lahan korupsi yang paling subur dan sistemik adalah di bidang Pengadaan. Barang dan Jasa. Lebih 30 persen anggaran pembiayaan belanja negara (APBN) dipergunakan untuk pengadaan barang dan jasa. Korupsi memperbesar pengeluaran untuk barang dan jasa, menurunkan standar/kualitas rendah proyek yang dikerjakan.

Kebocoran dalam pengadaan barang dan jasa bisa jadi merupakan menejemen yang parah atau bisa juga merupakan bagian dari korupsi sistemik yang merajalela dari berbagai sektor dan struktur pemerintahan Indonesia.

Peraturan yang kurang lengkap dan tumpang tindih. Tidak adanya peraturan yang cukup tinggi, setingkat undang-undang masih dianggap menjadi masalah dalam pengadaan barang dan jasa.

Demikian juga tidak ada lembaga negara yang independen yang khusus memiliki kewenangan menyusun berbagai kebijakan regulasi dan pengawasan pengadaan barang dan jasa yang sekaligus sebagai lembaga tempat penyelesaian sengketa yang muncul dalam proses pengadaan barang dan jasa.

Dalam upaya memperbauki sistem pengadaan barang dan jasa publik sekaligus meretas belengu korupsi sistemik di dalamnya. Tidaklah cukup bergantung pada inisiatif dan peran pemerintah, tanpa partisipasi  aktif rakyat atau berbagai komponen masyarakat sipil.

Pengalaman dari beberapa dekade lalu, fungsi pengawasan internal, fungsional dan struktural pemerintah tidak kunjung memadai membendung merajalelanya korupsi. Kepemimpinan yang baik dalam pengadaan barang dan jasa publik, masyarakat sipil adalah salah satu stakeholder, yaitu penerima manfaat yang tidak dapat lagi diabaikan keberadaannya.

Organisasi masyarakat sipil, media massa, dan elektronik, organisasi sosial, dan sebagainya merupakan berbagai komponen masyarakat sipil yang seyogiyanya berperan dalam pengembangan kepemerintahan yang baik termasuk menanggulangi penyakit korupsi.

Peran masyarakat sipil adalah melakukan pengawasan secara aktif, yang diharapkan dapat mencegah berkembangnya penyimpangan, menekan peluan atau memperbesar resiko korupsi.

Namun dalam pengembangan peran masyarakat sipil, berbagai masalah dan tantangan menghadang. Diantaranya adalah terjadinya resistensi atau keengganan dari berbagai institusi pemerintah di tingkat pusat mau pun daerah menerima peran serta dan keterlibatan masyarakat sipil dalam sistem pengadaan.

Dari berbagai hambatan, kendala, dan tantangan dalam melakukan pencegahan dan melawan korupsi di bidang pengadaan barang dan jasa, masyarakat sipil perlu menyusun strategi atau langkah-langkah menyatukan dan menyamakan persepsi untuk berperan secara aktif melakukan pencegahan.

Senin, 13 Juni 2011

KORUPSI DAPAT MENGANCAM LEMBAGA DEMOKRASI


"MENGGOYAHKAN KEABSAHAN NEGARA"




"....Tidak mungkin orang tidak merasakan madu atau racun yang ada diujung lidahnya, dan sama halnya tidak mungkin orang yang mengurus uang atau kegiatan proyek tidak mencicipinya, walaupun seujung kuku...."

Pernyataan tersebut mengisyaratkan kepada kita bahwa korupsi telah terjadi ribuan tahun lalu, dan korupsi merupakan perbuatan yang dibenci dan dikutuk oleh banyak orang tanpa memandang bangsa, ras, dan kepercayaan. 


Kita menyamakan para pemegang tampuk kekuasaan dan jabatan publik yang selalu menyalahgunakan kekuasaannya untuk melakukan tindak korupsi sebagai ornag2 kriminal yang suka merampok dan melakukan kejahatan2 yang merusak tatanan kenegaraan.

Korupsi adalah salah satu dari sekian banyak masalah besar di Indonesia yang sedang kita hadapi sekarang ini. Tidak ada cara mudah dan jalan pintas untuk memberantas korupsi. 


Korupsi sampai tingkat tertentu akan selalu hadir di tengah2 kita, korupsi saat ini telah mewabah dan sistemik menjangkau disegala jenjang pemerintahan.

Korupsi bukan hanya soal pejabat publik yang menyalahgunakan jabatannya, tetapi juga soal orang, setiap orang yang menyalahgunakan kedudukannya, bila dengan demikian dapat memperoleh uang yang melimpah dengan cara mudah dalam waktu singkat.

Korupsi telah merisaukan masyarakat Indonesia, tetapi ada yang lebih merisaukan kita dampak korupsi pada kemiskinan. Pemerintahan yang korup tidak akan pernah keluar dari kemiskinan dan kesejahteraan. Korupsi dapat merusak bangunan dan sendi2 kehidupan berbangsa dan bernegara.

Korupsi menciptakan pemerintahan yang irrasional, karena segala keputusan diberikan untuk kepentingan pribadi, dengan akibatnya masyarakat tidak mendapat apa2 dari aliran dana pembangunan.

Masyarakat tidak ada harapan akan meningkatkan taraf hidup yang lebih baik. Rakyat terjebak dalam lingkaran setan dengan menerima hasil pembangunan bermutu rendah dan hak2 yang terabaikan.

Korupsi itu memiliki daya rusak yang sangat luar biasa. Alasannya sederhana, yakni karena keputusan2 penting yang diambil berdasarkan pertimbangan2 kepentingan pribadi, golongan dan kelompoknya, tanpa memperhitungkan akibat2nya bagi publik.

Jika tidak dapat dikendalikan, korupsi dapat mengancam lembaga2 demokrasi dan ekonomi pasar. Dalam lingkungan yang korup sumber daya akan disalurkan ke bidang2 tidak produktif, karena kelompok elite akan selalu berusaha melindungi diri mereka, kedudukan dan harta kekayaan mereka.

Undang2 akan dibuat misalnya undang-undang kebebasan memperoleh informasi dilawan dengan undang-undang kerahasiaan negar. Tujuan perlawanan ini jelas untuk mengamankan kepentingan dan aset mereka. 

Ini pada gilirannya dapat memperlemah lembaga2 demokrasi karena korupsi menjadi sumber utama untuk memperoleh keuntungan pribadi. Pada gilirannya akan meggoyahkan landasan keabsahan pemerintah dan pada akhirnya akan menggoyahkan keabsahan negara.

Senin, 06 Juni 2011

DUGAAN KONG KALIKONG DI LPSE


PERILAKU TINDAK KORUPSI MASIH TIDAK BERUBAH

DEPOK.



Kini tahun 2001 proses lelang pengadaan barang dan jasa di Indonesia beralih dari sistem konvensional ke sistem IT (Informasi Teknologi) lebih dikenal melalui Layanan Penggunaan Sistem Elektronik (LPSE) atau Electronic Government Procurement. 

Ada pun tujuannya LPSE untuk mengurangi praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, sekaligus menghemat keuangan negara hingga triliunan rupiah agar kondisi penggunaan keuangan negara dan daerah menjadi lebih baik dan bersih dari berbagai kecurangan.

Program sistem LPSE adalah awalnya program dari Amerika Serikat namanya Millenium Challenge Corporation Threshold Program For Indonesia Control Of Coruption Project (MCC-ICCP) yang didapat dari Badan Pembangunan Internasional Pemerintah AS (USAID) yang dibiayai dari grant/hibah, dan disetujui 35 juta Dollar AS, tapi hanya 5 juta Dollar AS yang digunakan untuk mewujudkan sistem LPSE di Pusat dan di lima Daerah Provinsi sebagai percontohan.

Diketahui server yang digunakan LPSE di lima provinsi untuk mengakomodasi penyimpanan data berkapasitas Memory hanya 4 GB, Hardisk 300 GB, dan Processor 2 Cor. Kendala yang dialami selama proses lelang berlangsung pada saat meng up load data mengalami Low Entry, bila tidak berhasil, tentu saja hal ini telah merugikan pihak peserta lelang.

Sebagai contoh di Pemkot Depok di Dinas Pekerjaan Umum baru hanya bisa menyediakan akses meng up load melalui satelit, bukan tidak sedikit mengalami kegagalan meng up load. Oleh karena bukan menggunakan jaringan Fiber Optic kecepatan tinggi. 


Namun yang menjadi pertanyaan peserta lelang apakah hanya Server LPSE yang digunakan pemerintah daerah saja yang nge Link ke LKPP dan Bappenas. Bukankah data yang di up load peserta lelang yang ada di server LPSE hanya berupa kelengkapan dokumen perusahaan peserta lelang.

Sementara bagaimana kalau pihak panitia melakukan evaluasi administrasi, teknis dan harga mereka bekerja dengan menggunakan lap top sendiri, itu pun karena diketahui setelah pihak panitia mengambil/tranfer data kelengkapan dokumen perusahaan peserta lelang dari server penyimpanan data LPSE (hard drive disk space) dengan menggunakan USB.


Lantas bagaimana tentang pengawasan lap top yang digunakan pihak panitia di saat melakukan evaluasi harga, administrasi dan teknis secara mendetail. Siapa yang bisa mengawasi hasil evaluasi pihak panitia. Apakah lap top tersebut juga nge link ke LKPP dan Babpenas.


Tapi kalau nge link nya hanya sampai di server, tidak sampai ke lap top, bagaimana kita bisa mempercayai hasil pengumuman banyak yang tunggal, tanpa cadangan calon pemenang 2 dan 3.

Setelah dilakukan proses hasil evaluasi panitia, kemudian muncul menjadi tiga kategori perusahaan yang memiliki dokumen lengkap dan harga terendah. 


Sementara diketahui di Pemkot Depok dari hasil evaluasi panitia lelang ada peserta lelang. Setelah perusahaannya dilakukan klarifikasi atau sebelum  diumumkan, memiliki satu perusahaan yang sama, dari hasil evaluasi panitia perusahaan yang satu itu berada pada posisi peringkat nomor satu calon pemenang dengan penawaran harga terendah dan lengkap.


Sesungguhnya diketahui perusahaan tersebut memiliki SKT (Sertifikat Keahlihan Kerja) yang berbeda kemudian tim personilnya pun berbeda, singkat kata peserta lelang tersebut memenuhi persyaratan untuk menang sebanyak enam paket. 


Namun kita ketahui aturan Perpres N0 54 Tahun 2010 terkait soal kemampuan perusahaan yang berskala kecil hanya diperbolehkan paling sedikit mendapatkan lima paket. 


Sebelum hasilnya diumumkan, ada dugaan dari hasil kompromi antara pihak panitia dengan peserta lelang tersebut, kemudian pihak panitia menyuruh pemilik perusahaan tersebut untuk memilih paket yang mana harus dimenangkan panitia.


Diperoleh informasi peserta lelang tersebut dikasih hanya tiga paket saja sebagai pemenang, dengan catatan patut diduga dia harus membuat surat keterangan mengundurkan diri kepada pihak panitia alasan tidak mampu untuk mengerjakan. 


Akhirnya dua paket yang seharusnya diperolehnya menang dan untuk dikerjakan sendiri, tapi yang terjadi perusahaan tersebut tetap sebagai pemenang, namun diduga yang mengerjakan proyek tersebut dari hasil kesepakatan bersama rela diberikan kepada urutan nomor dua setelah urutan nomor satu adanya indikasi melakukan kong kalikong dengan urutan nomor dua hal ini diketahui pihak panitia.


Kemudian diumumkan. Nah, yang menjadi pertanyaan lagi, modus permainan seperti itu siapa yang bisa mengawasi sampai kesitu. Apakah hasil evaluasi yang dikerjakan di lap top panitia tersebut juga dapat dimonitoring, apa mungkin lap top panitia nge link ke LKPP...???








Rabu, 01 Juni 2011

PEMERINTAH DAERAH HARUS TAAT MENGIKUTI ATURAN PUSAT.


TERKAIT SERTIFIKAT SBU JASA KONSTRUKSI MEMBINGUNGKAN PELAKU EKONOMI SE-JABAR.


JAKARTA.


Dibentuk otonomi Pemerintah Daerah di Indonesia, tentu masih harus mengacu dalam bingkai/kerangka NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia), Otonomi daerah yang kita miliki sekarang masih bersifat desentralisasi, dan bukan otonomi daerah penuh seperti negara bagian.

Jadi, setiap kebijakan yang diputuskan oleh Pemerintah Pusat yang menyangkut aturan dan perundang-undangan, khususnya pada pembangunan infrastruktrur salah satu Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2000 Tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi yaitu Peraturan pemerintah Republik Indonesia No. 4 Tahun 2010.

Dalam hal ini soal penerbitan surat edaran Menteri Pekerjaan Umum No.16/SE/M/2010 dan Ada pun perubahan PP No. 28 Tahun 2000 Kementrian Pekerjaan Umum selaku pembina di bidang jasa konstruksi menyatakan bahwa sebagian pengaturan tentang kualifikasi usaha yang terdapat pada peraturan Lembaga Pengembangan jasa konstruksi Nasional No.11a Tahun 2008 dan No.12 a Tahun2008 dinyatakan tidak dapat digunakan sebagai acuan dalam proses pengadaan jasa konstruksi dan perlu penyesuaian sebagai berikut.

Usaha jasa peleksanaan pekerjaan konstruksi untuk Gred 2 s/d 4 termasuk usaha kecil, sedangkan Gred 5 s/d gred 7 termasuk usaha non kecil. Usaha jasa perencanaan dan/atau pengawasan pekerjaan konstruksi untuk Gred 2 termasuk usaha kecil, sedangkan Gred 3 s/d 4 termasuk usaha non kecil.

Dikatakan dalan Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum " sambil menunggu ketentuan peraturan lebih lanjut tentang pelaksanaan pemilihan pengadaan barang dan jasa pemerintah berdasarkan Perpres No. 54 Tahun 2010, maka pekerjaan jasa pelaksanaan konstruksi senilai sampai Rp 2,5 miliar yang diperuntukkan bagi usaha mikro/kecil termasuk koperasi kecil dapat diikuti oleh Gred 2, 3, dan 4.

Ada pun pekerjaan perencanaan dan pengawasan konstruksi kata Menteri Pekerjaan Umum sesuai Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 dapat diikuti oleh semua kualifikasi dengan syarat memenuhi persyaratan teknis yang diperlukan.

Berdasarkan surat edaran Menteri Pekerjaan Umum, pemerintah daerah di seluruh Indonesia harus taat mengikuti seluruh keputusan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat.

Kini proses lelang pengadaan barang dan jasa tahun 2011 di seluruh Indonesia sudah berjalan, masyarakat pelaku ekonomi terutama rekanan/kontraktor, khususnya di Jawa Barat mengalami kebingungan, sehubungan banyaknya masa berlaku Sertifikat Badan Usaha (SBU) tahun 2010 sudah habis.

Terkait Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi pada sertifikasi yang mengatur tentang Kualifikasi Usaha Jasa Konstruksi dan Nilai Paket Pekerjaan serta Masa Berlaku Badan Usaha (SBU), Sertifikat Keahlihan Kerja, dan Sertifikat Ketrampilan Kerja yang diterbitkan LPJK

Maka berdasarkan surat edaran Menteri Pekerjaan Umum No.16/SE/M/2010 tertanggal 23 November 2010 untuk menyikapi hal tersebut Menteri Pekerjaan Umum selaku pembina di bidang jasa konstruksi menyatakan, bahwa sebagian pengaturan tentang kualifikasi usaha jasa yang terdapat pada Peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasinal No. 11a Tahun 2008 dan No. 12a Tahun 2008 dinyatakan tidak dapat digunakan sebagai acuan dalam proses pengadaan jasa konstruksi dan perlu penyesuaian.

Pada intinya Setifikat Badan Usaha, Sertifikat Keahlihan Kerja, dan Sertifikat Kerja yang belum diperpanjang sebngaimana yang sudah berakhir masa perpanjangannya tetap dapat digunakan, sebagai pemenuhan persyaratan khusus untuk pelaksanaan pelelangan pekerjaan konstruksi pemerintah dan pemerintah daerah Tahun anggaran 2011.

Sementara surat keterangan No.601/493/Admrek tertanggal 28 Januari 2011, perihal SBU Jasa Konstruksi di wilayah Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang ditujukan kepada Menteri Pekerjaan Umum RI pada butir 3 menyebutkan mengingat persiapan kegiatan pengadaan Jasa Konstruksi Tahun 2011 perlu segera dilaksanakan, maka dengan hormat kiranya Provinsi jawa Barat mensyaratkan Badan Usaha yang akan mengikuti proses pengadaan barang dan jasa konstruksi perlu memiliki SBU yang masih berlaku, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, tembusan Bupati, Walikota se Jabar.

Jelas, surat Pemerintah Jawa barat yang ditujukan kepada Menteri Pekerjaan Umum bertolak belakang dengan surat edaran Menteri Pekerjaan Umum. Adanya dualisme kepemimpinan dalam hal kebijakan terkait penggunaan sertifikasi jasa konstruksi saat lelang di tahun 2011 ini.


Sebagai negara RI yang berbentuk desentralisasi, khususnya terhadap 25 kota/kab se Jabar, idealnya pemerintah daerah harus mengikuti kebijakan pemerintah pusat, karena pemerintah daerah bukan otonomi penuh.

Kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Kota Depok kepada pengusaha jasa konstruksi soal sertifikasi, pada saat pendaftaran lelang pengadaan barang dan jasa melalui LPSE pihak Pemkot Depok mengikuti surat edaran Menteri Pekerjaan Umum yaitu Pemkot Depok memperbolehkan Sertifikasi Badan Usaha masa berlaku Tahun 2010 atau 2011 yang masa berlakunya belum berakhir.

Namun pada ketika dilaksankan kontrak kerja, kontraktor/rekanan yang mendapatkan proyek diwajibkan harus dapat menunjukkan Sertifikat Badan Usaha (SBU) yang masih berlaku, mengikuti surat Pemerintah Jawa barat, dan juga aturan tersebut ada dituangkan di dalam dokumen RKS lelang.

Bagaimana sesungguhnya di kota/kabupaten lain...? Mungkin saja di wilayah lain taat mengikuti Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum, tapi kenapa di wilayah 26 Kota/Kabupaten Provinsi Jawa Barat lain sendiri, terkesan tidak taat terhadap Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum termasuk Pemerintah Kota Depok, sehingga membingungkan sebagian besar masyarakat pelaku ekonomi/kontraktor se- Jawa Barat.




DI SAAT PEMBUKAAN PENAWARAN DOKUMEN TIDAK LENGKAP, DINYATAKAN PEMENANG TENDER


LELANG PERLENGKAPAN RSUD KOTA DEPOK DIDUGA SYARAT KEPENTINGAN.

DEPOK.

Entah kenapa diketahui pada saat pembukaan dokumen penawaran harga di paket kegiatan Belanja Bahan Perlengkapan Pasien dan Rumah Sakit Umum Kota Depok yang dilaksanakan tanggal 9 Mei 2011 menjadi perbincangan dikalangan para rekanan.

Berawal sebuah Paket kegiatan bernilai Pagu Rp 435.573.500 dan HPS Rp 419.809.750 dan berdasarkan hasil evaluasi pihak panitia lelang telah menetapkan CV. Perdaka sebagai pemenang dengan nilai penawaran Rp 392.144.500 dan pada urutan ke-2 adalah CV. Mitra Tenikindo dengan nilai penawaran Rp 397.433.000, kemudian urutan ke-3 adalah CV. Persikat Rp 405.771.000.

Menurut keterangan sumber yang dipercaya menyebutkan bahwa CV. Perdaka belum mempunyai pengalaman di pengadaan pakaian yang dimiliki CV. Perdaka.

Ironis, kenapa CV. Perdaka yang dijadikan pemenang lelang patut dipertanyakan sebab diketahui pada saat saat pembukaan Surat Penawaran Harga perusahaan tersebut dinyatakan dokumennya tidak lengkap artinya tidak memenuhi persyaratan (di cross) atau langsung gugur, namun yang terjadi berbeda, bahkan CV. Perdaka bisa keluar sebagai pemenang lelang.

Pada pengumuman pemenang pelelangan umum yang melalui LPSE No.027/41.23/LU-RSUD dan berdasarkan berita acara tertanggal 20 Mei 2011 tentang penetapan pemenang lelang ditetapkan sebagai pemenang pertama CV. Perdaka. 

Namun melihat ketidakadilan dalam hal penilaian, maka pihak2 peserta lelang yang merasa lengkap dan harga penawaran terendah kedua akan melakukan sanggah terhadap CV. Perdaka, mengingat meskipun lelang LPSE, perilaku tindak penyimpangan dari kewenangan yang dimilikinya para panitia tidak pernah berubah.

Saat dikonfirmasi pihak panitia Vipah Hatifah di RSUD tidak berada di tempat dan ruangan tampak dalam keadaan tertutup.



TAGIHAN DANA TULISAN ADVETORIAL DIDUGA MENGGUNAKAN KWITANSI KOSONG



OKNUM PNS TIDAK DISPLIN ADMINISTRASI ANGGARAN.

DEPOK.

Kepala Humas Pemkot Depok Hanny Hamidah masih melakukan pola2 lama dalam sistem pengeluaran APBD. Oleh karena diketahui seluruh dana tulisan yang dikeluarkan untuk Advetorial media cetak saat menyambut HUT Kota Depok tanggal 27 April 2011 lalu, pihak bagian Humas melanggar tata cara penggunaan administrasi keuangan yang benar.

Pasalnya, menurut informasi yang dihimpun dari para wartawan di lingkungan Pemkot Depok,  pada saat menerima uang dana Advetorial diduga para wartawan diharuskan menyerahkan kwitansi kosong, juga disertai tandatangan dengan materai di atas Rp 3000, kemudian setiap wartawan yang menulis Advetorial  di lingkungan Pemerintahan Kota Depok dibayar Rp 450 ribu per media. 

Tindak perbuatan yang dilakukan bagian Humas Pemkot Depok itu tidak lazim pada sistem penggunaan keuangan negara/daerah, sehingga kalangan wartawan pun menaruh curiga inisiatif pihak Humas tersebut, karena untuk tagihan Advetorial para wartawan diwajibkan agar membawa kwitansi kosong,  

Setelah para wartawan menerima dana Advetorial sebesar Rp 450 ribu, namun yang menjadi dugaan kuat, apakah kwitansi kosong yang diberikan kepada wartawan tersebut tetap tertulis diisi Rp 450 ribu, sesuai apa yang diterima oleh para wartawan atau berbeda.

Maka dalam hal ini, pihak kejaksaan Negeri Depok harus turun tangan melakukan penyelidikan terhadap modus penggunaan dugaan kwitansi kosong tersebut.  Sementara kita ketahui dana pengeluaran untuk Advetorial itu bukan sedikit ada ratusan wartawan yang meliput di lingkungan Pemkot Depok.