Kamis, 25 November 2010

PEMANFAATAN FASILITAS PEMERINTAH INDIKASI KORUPSI


BERITA MODUS MASIH BERLANGSUNG

DEPOK.

Biasanya jika suatu tindak koorporasi seorang pejabat pemerintah sudah solid dan konsistensi, apalagi kalau hubungan agenda tersembunyi itu berlangsung selama lima tahun. Tentu kita tidak tahu lagi sudah berapa banyak uang yang diraupnya.,

Dengan melakukan cara/modus operandi berantai memanfaatkan beberapa orang kolega non PNS yang dekat penguasa untuk ber KKN.

Pejabat pemerintah selaku penyelenggara negara seperti Bupati, walikota, Gubernur, dan Menteri, kerap kali menggunakan orang-oramg yang ada disekitarnya untuk melakukan tindak Korupsi. Demikian diungkapkan Yohannes Bunga Simanungkalit Koordinator LSM Komunitas Pemantau Peradilan Kota Depok.

Jika penguasa memakai orang-orang yang non PNS terutama yang bukan pengusaha tentu cara seperti itu lebih aman masuk implikasi hukum, bila dibandingkan daripada seorang pejabat pemerintah ber KKN menggunakan saudara, teman, kerabat atau dari komunitas sendiri, apalagi kalau orang-orang tersebut sebagai pengusaha, tentu sangat rawan.

Karena harus dengan cara seperti itulah biar bagaimana pun, mengingat dalam situasi sekarang ini para pejabat pemerintah selaku pengambil keputusan, bisa saja akibat kebijakan para pejabat tentu tidak mau menanggung resiko.

Maka harus berupaya bagaimana caranya untuk menghindar dari segala jeratan hukum UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 yaitu tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Kerap disinyalir modus seperti itu selama ini terjadi di Kota Depok dengan memanfaatkan fasilitas pemerintah bekerjasama dengan swasta yang non PNS juga bukan pengusaha. Sehingga terindikasi pejabat pemerintah melakukan lobbi tertutup, dan memberi kemudahan izin, sehingga tidak tranparan mengambil keputusan.

Sebagai contoh kongkrit, pemanfaatan fasilitas pemerintah seperti titik reklame di seluruh Kota Depok diduga kuat mulai tahun 2007 titik reklame out door milik pemerintah itu dikuasai oleh salah satu perusahaan advertising di Kota Depok. Ironisnya bentuk  darpidapa kesepakatan kontrak dengan pemerintah pun tidak ada.

Bayangkan saja tidak sedikit pemasukan PAD dari reklame, itu bisa mencapai puluhan miliar rupiah setiap tahunnya. Pemasukan mulai dari spanduk, baliho, banner, cetakan dll. apalagi reklame out door yang berukuran besar, sedang mau pun kecil, tentu pemesan reklame akan dikenakan pajak reklame, retribusi IMB, IPR.dan kontrak per tahun.

Ternyata bukan itu saja, ada lagi dugaan tentang pemanfaatan fasilitas pemerintah yaitu sebuah Apotik yang lokasinya terletak berada di dalam RSUD Kec.Sawangan.

Karena fasilitas apotik itu adalah milik pemerintah, diketahui obat-obat generik dari dinas kesehatan dipasok ke situ. Apotik yang santer diduga milik seorang terdakwa kasus korupsi Bansos Gate pengadaan alat kesehatan Rp 800 juta bernama YE.

Semua bentuk-bentuk kebijakan yang diciptakan oleh pejabat walikota, bupati, gubernur seperti ruislag, pembebasan tanah dengan menggunakan investor terlebih dahulu salah satu sarat KKN.

Kemudian aoalagi kalau ada upaya untuk memiliki saham-saham di perusahaan Developer. Dengan cara melakukan barter dengan biaya perizinan yang seharusnya uang penerimaan itu masuk ke PAD, adalah indikasi penyimpangan.Apalagi yang namanya bentuk pemanfaattan fasilitas pemerintah yang dilakukan oleh orang-orang terdekat.

Apa pun alasannya tindak korupsi pejabat pemerintah yang melakukan penyalahgunaan wewenang tidak bisa dibenarkan. Karena itu adalah termasuk salah satu indikasi Korupsi, Kolusi, Nepotisme.

Maka atas dugaan itu, diminta kepada pihak kejaksaan agar segera melakukan pengusutan secara tuntas terhadap kasus-kasus di atas, karena  patut diduga modus seperti itu berpotensi merugikan keuangan negara/perekonomian negara.

Tidak ada komentar: