DEPOK-PENGEMBANGAN KASUS
Terkait kasus tindak perilaku penyuapan dilakukan pejabat BPK di Pemda Bekasi, melibatkan dua PNS Bekasi (Herry Lukmantohari yang dan Herry Suparjan) yang tertangkap basah telah melakukan tindak pidana penyuapan terhadap dua orang pegawai BPK yaitu Suharto dan Enang Hermawan.
Tindak lanjut kasus itu, seharusnya KPK melakukan pengembangan kasus dengan menarik kesimpulan ke arah kebiasaan perilaku (behavior) yang ketahuan terima suap. Karena sudah mengetahui keduanya berperilaku tindak penyuapan, paling tidak KPK harus mencurigai hasil pemeriksaan tahun 2009 di tempat atau kota lain.
Bisa saja dikembangkan kasus itu, di kota-kota tempat dimana mereka pernah bertugas selama ini, melakukan pemeriksaan APBD, selain Kota Bekasi. Demikian diungkapkan Yohannes Bunga Koordinator LSM Komunitas Pemantau peradilan Kota Depok.
Jadi seperti diketahui bahwa pemda kab.Bogor, Depok, dan Bekasi adalah termasuk wilayah Jabar III, wilayah tempat pemeriksaan APBD tahun 2009 yang telah diperiksa oleh Suharto (Kepala Sub Auditorat Jabar III) bersama Enang Hermawan (Kepala Seksi Wilayah Jabar III)
Tidak menutup kemungkinan berperilaku perbuatan tindak penyuapan sudah terbiasa dilakukan Terbukti pejabat BPK itu bersalah secara sah, telah tertangkap tangan KPK terima suap.
Maka dari kebiasaan perilaku itu, bukan tidak mungkin oknum auditor BPK itu di wilayah Jabar III lain, diindikasikan melakukan modus yang sama seperti di Bekasi, yaitu dengan membuat laporan keuangan APBD pemda Depok tahun 2009 mendapat status opini wajar tanpa pengecualian (WTP).
Apalagi APBD Depok tahun 2008 - 2009 tidak sedikit uang terbuang begitu saja, oleh karena diketahui, di setiap dinas banyak hasil daripada pekerjaan proyek pembangunan fisik mulai dari kegiatan nilai kontrak ratusan juta hingga puluhan miliar rupiah terindikasi mengalami kualitas rendah (tidak sesuai spek atau RAB proyek) tidak sesuai apa yang diharapkan masyarakat. Seperti : 21 pembangunan hangar UPS, pengadaan mesinya, pembangunan TPA. RPH, RSUD, jalan betonisasi, saluran,dsb.
Ironis memang, hasil temuan BPK itu tidak jarang diserahkan ke kejaksaan, kalau begitu apa gunanya tentang Kerjasama dalam Penanganan Kasus Penyimpangan Pengelolaan Keuangan Negara yang Berindikasikan Tindak Pidana Korupsi termasuk Dana Nonbudgeter antara Kejaksaan, Kepolisian dan BPKP.
Kita ketahui tahun-tahun sebelumnya, hampir semua di setiap dinas ada temuan dari hasil pemeriksaan BPK, terutama pada pembangunan fisik mengalami kekurangan volume, belum lagi pada kegiatan non fisik, dan belanja rutin dinas yang harus dipertanggung jawabkan dinas kepada BPK.
Kalau sudah bermasalah saat pemeriksaan BPK, para pengusaha biasanya banyak yang tidak mau bertanggung jawab untuk mengembalikan kekurangan uang (karena pekerjaan kurang volume) yaitu ke Kas daerah oleh karena, mereka sudah dibayar pemerintah. Jadi kekurangan harus dikembalikan. Bisa saja diduga BPK pada waktu itu melakukan pemutahiran data APBD Depok tahun 2009 dengan tanpa mengembalikan kerugian negara.
Untuk menyelesaikan permasalahan hasil dari temuan audit BPK ini, biasanya selama ini diduga pihak dinas mengadakan pertemuan di Hotel Bumi Wiyata. Tidak ada ubahnya seperti apa yang dilakukan di Bekasi.
Maka berangkat dari peristiwa di pemda Bekasi seperti yang dilakukan kedua oknum BPK yang tertangkap tangan, APBD Depok tahun 2009 juga sebagai kota yang juga ikut diperiksa pejabat BPK wilayah Jabar III, maka hasil pemeriksaan audit tahun lalu, patut diduga juga, apakah mereka telah melakukan tindak perilaku yang sama saat memeriksa APBD Kota Depok tahun 2009.
Oleh karena, telah pernah berbuat di Bekasi, lantas bagaimana pula saat pemeriksaan di Depok. Apakah laporan keuangan APBD Depok tahun 2009 sudah benar.... ? Agar dilakukan pengembangan kasus, maka diharapkan KPK harus juga melakukan pengauditan ulang terhadap laporan keuangan APBD Kota Depok tahun 2009 lalu, yang pernah diperiksa oleh pejabat BPK Suharto dan Enang Hermawan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar