DEPOK, 3 Januari 2011
Kota Depok memang meraih seabreg predikat dari pemerintah pusat terkait pelayanan publik, karena telah melaksanakan sistem keuangan dengan baik, dan konon katanya dengan menggunakan Layanan Penggunaan Sistem Elektronik (LPSE). Namun bukan berarti predikat yang diperoleh tersebut menandakan bahwa di Pemkot Depok tidak banyak masalah korupsi.
Hal itu dikatakan Koordinator LSM Komunitas Pemantau Peradilan Kota Depok Yohannes Bunga, kemarin, " Tidak serta merta pula, Pemerintah Kota Depok dinilai baik dan bersih dari perbuatan korupsi", Siapa bilang tidak banyak kasus korupsi kelas kakap (Big Fish) di Pemerintah Kota Depok...? kata Bunga.
Tipikor Polda Metro Jaya diharapkan Yohannes Bunga, masuk ke Depok, jangan lantas mempercayai statemen sejumlah pihak bila kota Depok tidak memiliki persoalan hukum yang terkait korupsi.
Mulai sejak tahun 2006 hingga 2010 pihak kejaksaan negeri Depok hanya menuntaskan tiga kasus pidana korupsi "kelas teri" dengan tingkat kerugian negara yang ditimbulkan terbilang kecil, Ujar Bunga.
Ketiga kasus itu adalah kasus korupsi pembangunan jalan Sentosa -Juanda senilai Rp 1,4 miliar, kasus korupsi pengadaan pohon untuk daerah aliran sungai Ciliwung senilai Rp 400 juta, dan kasus Bansos Pengadaan Alat Kesehatan THTM Rp 800 juta. Ditambah kasus dugaan korupsi mark up dan membuat kelompok kerja fiktif untuk operasionalisasi UPS di Dinas Pasar sebesar Rp 432 juta yang kini segera dilimpahkan ke pengadilan.
Meskipun semua itu telah dilimpahkan ke pengadilan, tapi upaya penuntasan kasus korupsi di kota Depok kurang memuaskan masyarakat. Jangan hanya menuntaskan tiga kasus kecil diatas saja dong. Padahal banyak kasus dugaan korupsi kelas kakap yang menyalahi aturan dari tata cara penggunaan keuangan negara," ujarnya.
Diungkap Bunga, sejumlah kasus kakap diantaranya adalah kasus dugaan megakorupsi Bansos Gate senilai Rp 87 miliar, Program UPS Sipesat tahap pertama di Cimanggis senilai Rp 210 juta, Pembangunan gedung RPH (rumah pemotongan hewan) di Tapos sebesar Rp 4,3 miliar, Program santunan kematian dari mulai tahun 2007 senilai Rp 46 miliar (disalurkan tanpa melalui Peraturan Walikota), Bantuan DAK tahun 2009 senilai Rp 17 miliar, Bantuan Block Grand, dan BOS serta pembangunan RSUD Sawangan Sebesar Rp 55 miliar.
"Yang menarik untuk dibongkar adalah kasus Pengadaan 29 Unit mesin UPS (unit pengolahan sampah) karena diketahui yang mesinnya adalah hasil rakitan produksi dari Kota Tangerang. Tapi yang tak kalah menarik untuk diusut yaitu kasus pembangunan hanggar UPS yang menggunakan APBD, dibangun di atas tanah warga pemilik lahan," jelas Yohannes Bunga.
Ironisnya, pembangunan hanggar UPS itu sama sekali tidak memiliki dasar hukum, karena dibangun tanpa SKPL (Surat Keputusan Penetapan Lahan) yang diterbitkan oleh Walikota.
Semua permasalahan tersebut kata Bunga sudah pernah diperiksa oleh pihak kejaksaan, sudah pernah dilakukan Pull Baket (pengumpulan bahan keterangan), Pull Data (pengumpulan data), dan Lid Tup (penyelidikan tertutup) ," tapi sampai detik ini tak pernah dituntaskan,"
Pejabat Kajari Depok dari tahun ke tahun silih berganti, akhirnya kasus-kasus besar itu pun semakin menumpuk dan tidak pernah sampai ke pengadilan. " Seyogiyanya Tipikor Polad Metro Jaya masuk ke Depok dan segera mangambil alih dugaan kasus-kasus korupsi bersifat kakap yang sudah lama masuk angin," demikian Bunga.