DEPOK-KASUS KORUPSI
JAWA BARAT, INDONESIA.
Perilaku korupsi di Pemkot Depok sudah semakin tak terkendali, kini dua orang oknum PNS berinsial J seorang pejabat Kasi Sarana prasarana di Dinas Pasar dan S (Bendahara) telah dijadikan status tersangka .
Oleh karena perilaku kedua orang tersebut diduga kuat telah melakukan perbuatan tindak pidana korupsii yang terindikasi merugikan keuangan negara/perekonomian negara. Kini kedua orang itu masih dalam pemeriksaan tingkat penyidikan (Pidsus) di Kejaksaan Negeri Depok. Demikian diungkapkan Yohannes Bunga Koordinator LSM Komunitas Pemantau Peradilan Kota Depok
Pasalnya tindak perbuatan memark up anggaran senilai Rp 432 juta dan membuat kelompok kerja fiktif di Dinas Pasar. Pada saat penyusunan perencanaan APBD TA 2009 anggaran tersebut dialokasikan untuk operasionalisasi dua UPS (Unit Pengolahan sampah) di Pasar Kemiri muka dan UPS Pasar Cisalak.
Rupanya diketahui kegiatan untuk oprasionalisasi UPS itu hanya berlangsung sebulan, selanjutnya tidak berjalan. Apa yang menjadi penyebabnya tidak diketahui. Namun anggarannya terserap habis seratus persen selama setahun. Hasil pemeriksaan di kejaksaan diketahui bukti SPJ (Surat Pertanggung Jawaban) anggaran itu diduga ditandatangani oleh kedua tersangka J dan S.
Tapi apakah mungkin hanya berdua J dan S saja yang melakukan perbuatan menikmati hasil korupsi APBD 2009 itu. Aneh... kalau hanya berdua bawahan saja yang melakukan koorporasi bersama. Apalagi menikmati hasil korupsi. Mereka berbua diduga hanya dijadikan korban korupsi oleh pimpinan.
Bagaimana dengan unsur pimpinan AS selaku KPA (Kuasa Pengguna Anggaran) dan PA (Pengguna Anggaran). Apakah mungkin mereka tidak terlibat menikmati hasil korupsi...? Sebaiknya berkas kasus korupsi UPS ini, pihak kejaksaan tidak perlu melakukan bertahap untuk dijadikan tersangka.
Seperti yang terjadi pada kasus korupsi Bansos pengadaan alat kesehatan Rp 800 juta. Padahal pada hasil pemeriksaan pertama Beny Bambang Erawan (saksi) sudah diketahui dari keterangan saksi2 menikmati uang hasil korupsi sebesar Rp 125 juta.
Setelah terungkap di pengadilan di tahap kedua kemudian putus. Sebulan kemudian diperiksa kembali baru Beny Bambang Erawan pun akhirnya dijadikan tersangka. Seharusnya pada saat pemeriksaan pertama dituntaskan saja biar pihak kejaksaan tidak duakali kerjaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar