Selasa, 30 November 2010

LOGO DAN PENGERTIAN SECARA FILOSOFIS


Add caption
                       
                LOGO LSM KOMUNITAS PEMANTAU PERADILAN   KOTA DEPOK  ATAU     
                                                            DISINGKAT : KPPKD                                
                                        
 ARTI LOGO  :

WARNA DASAR WARNA ABU-ABU, BERBENTUK SEGI TIGA DI DALAMNYA TERDAPAT  DUA HURUF "K BERWARNA  HITAM DAN  DUA HURUF "P" BERWARNA MERAH KEMUDIAN PALING BAWAH YANG BENTUK OVAL ADALAH HURUF "D" HURUF TERSEBUT DAPAT DIBACA "KPPKD"  YANG DIJADIKAN LOGO YAITU SINGKATAN DARI KOMUNITAS PEMANTAU PERADILAN KOTA DEPOK.

DIDIRIKAN DAN DITETAPKAN DI KOTA DEPOK, PADA TANGGAL 17 AGUSTUS 2007 OLEH  DEWAN PENDIRI LSM KOMUNITAS PEMANTAU PERADILAN KOTA DEPOK   DIANTARANYA : DRS. YOHANNES BUNGA SIMANUNGKALIT, DRS. SYARIF HIDAYAHTULLAH, DAN AGUS DRAJAT SUBEKTI.



Kamis, 25 November 2010

PROYEK PELEBARAN JALAN MARGONDA SENILAI Rp 2.7 M DIDUGA BERMASALAH


BERITA PROYEK

DEPOK.

Mega proyek pelebaran jalan Margonda Raya yang menghabiskan biaya dari bantuan APBD Propinsi Jawa Barat tahun 2009 yang bernilai Rp 9,2 miliar itu, ternyata hasilnya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat. Hasil pelebaran jalan itu diduga kuat bermasalah. Proyek jalan Margonda Raya yang dibangun oleh PT. Karunia Abadi Konstruksi yaitu untuk menambah pelebaran ruas jalan dengan lebar 3 meter dan sepanjang 2200 meter.

Proyek yang menelan biaya miliaran rupiah itu, pekerjaannya terdiri dari empat bidang. Hasil pekerjaan yang dilaksanakan oleh kontraktor banyak ditemukan kejanggalan yang mencolok. Karena  diduga tidak sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang telah dibayar oleh Pemprov Jabar. Demikian dikatakan Yohannes Bunga Koordinator LSM Komunitas Pemantau Peradilan Kota Depok (KPPKD)

Adapun temuan beberapa keganjilan dari hasil pekerjaan yang diduga tidak sesuai dengan bestek, karena dikerjakan berdasarkan tanpa konsultan perencanaan yang matang.

Menurut data yang diperoleh dari berbagai sumber mau pun di lapangan pada pelaksanaan pekerjaan yang seharusnya pembangunan saluran menggunakan bahan U Ditch/pabrikasi (disebut beton bertulang), tapi kenyataan di lapangan kenapa dikerjakan pembangunanya menggunakan pasangan batu kali yang berukuran 60 x 60 cm dan ukuran kedalaman 30 cm dengan membentuk letter V dan bukan letter U sehingga terjadi penyempitan pada saluran

Pada pembangunan pelebaran bahu jalan yang dikerjakan berkisar sepanjang 2.400 meter, diduga pembangunannya menggunakan kanstin yang lama, dan disulap yaitu dengan cara di aci dan diplester dan kenapa pembangunannya bukan menggunakan kanstin yang baru .

Kemudian pengerjaan Rigid (beton pelebaran jalan yang tertuang di dalam bestek setebal 27 cm, namun dugaan di lapangan banyak ditemukan beton setebal 21 cm yang artinya ada pengurangan volume secara signifikan.

Lantas pada penutup saluran juga diduga tidak menggunakan U Ditch (box cover), tapi pihak kontraktor PT. Kurnia Abadi Konstruksi mencetak sendiri untuk mengurangi beban biaya..

Dari kejanggalan pasca pembangunan proyek pelebaran jalan Margonda raya, LSM - KPPKD mendesak pihak Kejaksaan Negeri Depok agar segera mengusut kasus dugaan penyimpangan pada pembangunan proyek jalan tersebut.

Maka dari itu, patut diduga anggaran yang sudah terserap habis itu, sangat berpotensi merugikan keuangan Negara. Sementara menurut informasi yang kami terima, pihak kejaksaan sudah melakukan Pull Data dan PUll Baket. Karena diketahui penyidik kejaksaan Depok belum lama ini telah pergi ke Bandung dan sudah mengambil semua data proyek tersebut.

Bansos Alat Kesehatan RSUD Rp 2 Miliar Berpotensi Korupsi


BERITA ALKESEHATAN

DEPOK.

Bansos yang digelontorkan dari APBD Propinsi Jabar tahun 2008 sebesar Rp 87 M, kemudian setelah di APBD Perubahan, penambahan anggaran dari APBD Kota Depok sehingga total seluruhnya dana bantuan keuangan Bansos itu berjumlah menjadi Rp 97,9 M. Hal ini diungkapkan Yohannes Bunga  Koordinator LSM Komunitas Pemantau Peradilan Kota Depok (KPPKD)

Dari total bantuan itu, apakah hanya satu saja yang bisa diungkap oleh pihak kejaksaan Depok sampai ke pengadilan, lantas yang lainnya kemana ?. Tidak menutup kemungkinan delik perbuatan hukumnya sama dengan belanja barang yang lain.

Karena semua itu terdapat 11 macam bidang atau (item) jenis uraian dalam bentuk bantuan keuangan yang diberikan dari APBD Propinsi Jabar tahun 2008.

Diketahui bahwa proses tata cara pembelian alat kesehatan untuk dua rumah sakit itu tidak benar, di dalam hasil fakta persidangan terbukti poses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasannya penuh dengan rekayasa.

Dilakukan mulai dari pembuatan dokumen/administrasi tidak normatif karena dilaksanakan tanpa mengacu kepada Juklak-juknis Bansos maupun Keppres No.80 Tahun 2003, sehingga terjadi ditemukan kejaksaan penyimpangan pengelolaan keuangan Negara yang berindikasi tindak pidana korupsi.

Bagaimana pula kejelasan nasib pembelian alat kesehatan lain untuk RSUD yang bernilai Rp 2.030 M seperti pembelian barang Refregerator Tor dan Frezer for vaccin drugs and Laboratorium sebesar Rp 1,1 Miliar, pembelian Blood Bank and Refregerator Rp 230 juta, dan Foging Machine 36 unit Rp 700 juta.

Apakah delik perbuatan pembelian alat kesehatan untuk RSUD di atas berbeda dengan pembelian alat kesehatan sebelunnya, sehingga pihak kejaksaan tidak menemukan bukti awal,

Sementara kalau kita melihat dari Rencana Anggaran Biaya harga satuan dari alat kesehatan RSUD sangat tinggi, Dimana konstruksi  perhitungan kerugian Negara berpotensi adanya pelanggaran hukum.

PEMANFAATAN FASILITAS PEMERINTAH INDIKASI KORUPSI


BERITA MODUS MASIH BERLANGSUNG

DEPOK.

Biasanya jika suatu tindak koorporasi seorang pejabat pemerintah sudah solid dan konsistensi, apalagi kalau hubungan agenda tersembunyi itu berlangsung selama lima tahun. Tentu kita tidak tahu lagi sudah berapa banyak uang yang diraupnya.,

Dengan melakukan cara/modus operandi berantai memanfaatkan beberapa orang kolega non PNS yang dekat penguasa untuk ber KKN.

Pejabat pemerintah selaku penyelenggara negara seperti Bupati, walikota, Gubernur, dan Menteri, kerap kali menggunakan orang-oramg yang ada disekitarnya untuk melakukan tindak Korupsi. Demikian diungkapkan Yohannes Bunga Simanungkalit Koordinator LSM Komunitas Pemantau Peradilan Kota Depok.

Jika penguasa memakai orang-orang yang non PNS terutama yang bukan pengusaha tentu cara seperti itu lebih aman masuk implikasi hukum, bila dibandingkan daripada seorang pejabat pemerintah ber KKN menggunakan saudara, teman, kerabat atau dari komunitas sendiri, apalagi kalau orang-orang tersebut sebagai pengusaha, tentu sangat rawan.

Karena harus dengan cara seperti itulah biar bagaimana pun, mengingat dalam situasi sekarang ini para pejabat pemerintah selaku pengambil keputusan, bisa saja akibat kebijakan para pejabat tentu tidak mau menanggung resiko.

Maka harus berupaya bagaimana caranya untuk menghindar dari segala jeratan hukum UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 yaitu tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Kerap disinyalir modus seperti itu selama ini terjadi di Kota Depok dengan memanfaatkan fasilitas pemerintah bekerjasama dengan swasta yang non PNS juga bukan pengusaha. Sehingga terindikasi pejabat pemerintah melakukan lobbi tertutup, dan memberi kemudahan izin, sehingga tidak tranparan mengambil keputusan.

Sebagai contoh kongkrit, pemanfaatan fasilitas pemerintah seperti titik reklame di seluruh Kota Depok diduga kuat mulai tahun 2007 titik reklame out door milik pemerintah itu dikuasai oleh salah satu perusahaan advertising di Kota Depok. Ironisnya bentuk  darpidapa kesepakatan kontrak dengan pemerintah pun tidak ada.

Bayangkan saja tidak sedikit pemasukan PAD dari reklame, itu bisa mencapai puluhan miliar rupiah setiap tahunnya. Pemasukan mulai dari spanduk, baliho, banner, cetakan dll. apalagi reklame out door yang berukuran besar, sedang mau pun kecil, tentu pemesan reklame akan dikenakan pajak reklame, retribusi IMB, IPR.dan kontrak per tahun.

Ternyata bukan itu saja, ada lagi dugaan tentang pemanfaatan fasilitas pemerintah yaitu sebuah Apotik yang lokasinya terletak berada di dalam RSUD Kec.Sawangan.

Karena fasilitas apotik itu adalah milik pemerintah, diketahui obat-obat generik dari dinas kesehatan dipasok ke situ. Apotik yang santer diduga milik seorang terdakwa kasus korupsi Bansos Gate pengadaan alat kesehatan Rp 800 juta bernama YE.

Semua bentuk-bentuk kebijakan yang diciptakan oleh pejabat walikota, bupati, gubernur seperti ruislag, pembebasan tanah dengan menggunakan investor terlebih dahulu salah satu sarat KKN.

Kemudian aoalagi kalau ada upaya untuk memiliki saham-saham di perusahaan Developer. Dengan cara melakukan barter dengan biaya perizinan yang seharusnya uang penerimaan itu masuk ke PAD, adalah indikasi penyimpangan.Apalagi yang namanya bentuk pemanfaattan fasilitas pemerintah yang dilakukan oleh orang-orang terdekat.

Apa pun alasannya tindak korupsi pejabat pemerintah yang melakukan penyalahgunaan wewenang tidak bisa dibenarkan. Karena itu adalah termasuk salah satu indikasi Korupsi, Kolusi, Nepotisme.

Maka atas dugaan itu, diminta kepada pihak kejaksaan agar segera melakukan pengusutan secara tuntas terhadap kasus-kasus di atas, karena  patut diduga modus seperti itu berpotensi merugikan keuangan negara/perekonomian negara.

Kamis, 18 November 2010

Wilayah Jabar III Kab. Bogor, Depok, Bekasi KPK Harus Audit Ulang Laporan APBD Depok, Bogor TA 2009



DEPOK-PENGEMBANGAN KASUS

Terkait kasus tindak perilaku penyuapan dilakukan pejabat BPK di Pemda Bekasi, melibatkan dua PNS Bekasi (Herry Lukmantohari yang dan Herry Suparjan) yang tertangkap basah telah melakukan tindak pidana penyuapan terhadap dua orang pegawai BPK yaitu Suharto dan Enang Hermawan.

Tindak lanjut kasus itu, seharusnya KPK melakukan pengembangan kasus dengan menarik kesimpulan ke arah kebiasaan perilaku (behavior) yang ketahuan terima suap. Karena sudah mengetahui keduanya berperilaku tindak penyuapan, paling tidak KPK harus mencurigai hasil pemeriksaan tahun 2009 di tempat atau kota lain.

Bisa saja dikembangkan kasus itu, di kota-kota tempat dimana mereka pernah bertugas selama ini, melakukan pemeriksaan APBD, selain Kota Bekasi. Demikian diungkapkan Yohannes Bunga Koordinator LSM Komunitas Pemantau peradilan Kota Depok.

Jadi seperti diketahui bahwa pemda kab.Bogor, Depok, dan Bekasi adalah termasuk wilayah Jabar III, wilayah tempat pemeriksaan APBD tahun 2009 yang telah diperiksa oleh Suharto (Kepala Sub Auditorat Jabar III) bersama Enang Hermawan (Kepala Seksi Wilayah Jabar III)

Tidak menutup kemungkinan berperilaku perbuatan tindak penyuapan sudah terbiasa dilakukan Terbukti pejabat BPK itu bersalah secara sah, telah tertangkap tangan KPK terima suap.

Maka dari kebiasaan perilaku itu, bukan tidak mungkin oknum auditor BPK itu di wilayah Jabar III  lain, diindikasikan melakukan modus yang sama seperti di Bekasi, yaitu dengan membuat laporan keuangan APBD pemda Depok tahun 2009 mendapat status opini wajar tanpa pengecualian (WTP).

Apalagi APBD Depok tahun 2008 - 2009 tidak sedikit uang terbuang begitu saja, oleh karena diketahui, di setiap dinas banyak hasil daripada pekerjaan proyek pembangunan fisik mulai dari kegiatan nilai kontrak ratusan juta hingga puluhan miliar rupiah terindikasi mengalami kualitas rendah (tidak sesuai spek atau RAB proyek) tidak sesuai apa yang diharapkan masyarakat. Seperti : 21 pembangunan hangar UPS, pengadaan mesinya, pembangunan TPA. RPH, RSUD, jalan betonisasi, saluran,dsb.

Ironis memang, hasil temuan BPK itu tidak jarang diserahkan ke kejaksaan, kalau begitu apa gunanya tentang Kerjasama dalam Penanganan Kasus Penyimpangan Pengelolaan Keuangan Negara yang Berindikasikan Tindak Pidana Korupsi termasuk Dana Nonbudgeter antara Kejaksaan, Kepolisian dan BPKP.

Kita ketahui tahun-tahun sebelumnya, hampir semua di setiap dinas ada temuan dari hasil pemeriksaan BPK, terutama pada pembangunan fisik mengalami kekurangan volume, belum lagi pada kegiatan non fisik, dan belanja rutin dinas yang harus dipertanggung jawabkan dinas kepada BPK.

Kalau sudah bermasalah saat pemeriksaan BPK, para pengusaha biasanya banyak yang tidak mau bertanggung jawab untuk mengembalikan kekurangan uang (karena pekerjaan kurang volume) yaitu ke Kas daerah oleh karena, mereka sudah dibayar pemerintah. Jadi kekurangan harus dikembalikan. Bisa saja diduga BPK pada waktu itu melakukan pemutahiran data APBD Depok tahun 2009 dengan tanpa mengembalikan kerugian negara.

Untuk menyelesaikan permasalahan hasil dari temuan audit BPK ini, biasanya selama ini diduga pihak dinas mengadakan pertemuan di Hotel Bumi Wiyata. Tidak ada ubahnya seperti apa yang dilakukan di Bekasi.

Maka berangkat dari peristiwa di pemda Bekasi seperti yang dilakukan kedua oknum BPK yang tertangkap tangan, APBD Depok tahun 2009 juga sebagai kota yang juga ikut diperiksa pejabat BPK wilayah Jabar III, maka hasil pemeriksaan audit tahun lalu, patut diduga juga, apakah mereka telah melakukan tindak perilaku yang sama saat memeriksa APBD Kota Depok tahun 2009.

Oleh karena, telah pernah berbuat di Bekasi, lantas bagaimana pula saat pemeriksaan di Depok. Apakah laporan keuangan APBD Depok tahun 2009 sudah benar.... ? Agar dilakukan pengembangan kasus, maka diharapkan KPK harus juga melakukan pengauditan ulang terhadap laporan keuangan APBD Kota Depok tahun 2009 lalu, yang pernah diperiksa oleh pejabat BPK Suharto dan Enang Hermawan

INGIN TAHU SOAL KORUPSI, SELAMAT DATANG MENGUNJUNGI DAN MEMBACA DI INFO KORUPSI DEPOK



DEPOK.

Kehadiran kami menyajikan berita2 DUGAAN KORUPSI bagi masyarakat Kota Depok, tak lain bertujuan agar masyarakat luas mengetahui tentang sejauhmana penggunaan keuangan NEGARA dan DAERAH dilaksanakan oleh Pemkot Depok.

Melakukan tindakan preventif terhadap tindak tanduk pelaku korupsi. Penyajian berita aktual INFO KORUPSI DEPOK ini guna memberikan informasi yang edukatif, mengawal dan sekaligus berupaya mencegah kebocoran keuangan APBD/APBN.

Kami selaku lembaga kontrol sosial yang selalu konsern melakukan pengawasan terhadap penggunaan keuangan daerah/negara, serta melakukan pemantauan juga terhadap tindak tanduk perilaku para pejabat PNS di jajaran Pemerintah Kota Depok. SELAMAT MEMBACA........!!!